Momentum naiknya peringkat Indonesia menjadi layak investasi (investment grade) diyakini sebagai peluang emas untuk menarik lebih banyak investor di bidang pariwisata.
Guna memuluskan terealisasinya peluang investasi,Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah menyiapkan tahun 2012 sebagai momentum investasi di bidang usaha pariwisata. “Dengan predikat investment grade itu, perekonomian kita secara keseluruhan mendapat penilaian yang baik. Artinya, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata juga kalau ingin mencari pembiayaan akan lebih mudah,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparenkraf) Mari Elka Pangestu kepada SINDOdi Jakarta kemarin.
Pencapaian predikat layak investasi diyakini Mari akan lebih memudahkan investasi masuk di semua bidang,termasuk pariwisata. Pada 2010 tercatat nilai investasi sektor pariwisata terhadap investasi nasional baru sekitar 5,19%. Angka tersebut ditargetkan naik menjadi 6,43% pada 2014.Kontribusi pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) juga diharapkan naik dari 4,80% pada 2010 menjadi 5,25% pada 2014.
Untuk mendukung hal itu,Kemenparekraf antara lain telah menyiapkan penyelenggaraan Indonesia Tourism Investment Day (ITID) 2012 pada 2–3 Juli 2012 yang bertujuan membuka kanal-kanal investasi pariwisata. “Pariwisata merupakan industri yang layak untuk dikembangkan oleh swasta. Untuk itu, kita akan undang investor untuk berinvestasi di bidang pariwisata karena dari sisi potensi sebetulnya banyak,” ujar Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenparekraf Firmansyah Rahim.
Menurut Firmansyah, kemampuan pemerintah untuk berinvestasi masih rendah, hanya sekitar 20%.Sehingga,upaya pengembangan pariwisata memerlukan dukungan investasi swasta nasional maupun asing. Bersamaan itu, pemerintah akan menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan untuk menarik investasi dan merelaksasi berbagai ketentuan yang menghambat investasi. Ketua Umum Asosiasi Kawasan Pariwisata Indonesia (AKPI) Marudi Surachman mengungkapkan, salah satu penghambat dalam investasi pariwisata adalah terkait aspek legalitas dan kepastian hukum.
Menurut dia, investor selalu mempertanyakan persoalan legalitas seperti hak guna lahan dan proses sertifikasi di Indonesia yang menurut mereka tidak terlalu ideal dibanding negara lain. “Pariwisata itu bukan bisnis instan, butuh waktu dan perlu persyaratan,” jelasnya. Sementara, kendala klasik seperti infrastruktur,menurut Marudi, tidak begitu menjadi masalah.Pasalnya, kebutuhan infrastruktur untuk kawasan wisata tidak mesti seragam,tergantung karakter masing-masing.
Dia mencontohkan kawasan wisata berbasis lingkungan di Raja Ampat,Papua, yang tidak membutuhkan infrastruktur khusus seperti jalan tol. “Yang penting ada sarana yang cukup baik untuk mendukung kegiatan pariwisata. Misalnya, ketersediaan transportasi yang memperhatikan aspek kenyamanan dan keselamatan wisatawan,”ujarnya
Guna memuluskan terealisasinya peluang investasi,Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah menyiapkan tahun 2012 sebagai momentum investasi di bidang usaha pariwisata. “Dengan predikat investment grade itu, perekonomian kita secara keseluruhan mendapat penilaian yang baik. Artinya, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata juga kalau ingin mencari pembiayaan akan lebih mudah,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparenkraf) Mari Elka Pangestu kepada SINDOdi Jakarta kemarin.
Pencapaian predikat layak investasi diyakini Mari akan lebih memudahkan investasi masuk di semua bidang,termasuk pariwisata. Pada 2010 tercatat nilai investasi sektor pariwisata terhadap investasi nasional baru sekitar 5,19%. Angka tersebut ditargetkan naik menjadi 6,43% pada 2014.Kontribusi pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) juga diharapkan naik dari 4,80% pada 2010 menjadi 5,25% pada 2014.
Untuk mendukung hal itu,Kemenparekraf antara lain telah menyiapkan penyelenggaraan Indonesia Tourism Investment Day (ITID) 2012 pada 2–3 Juli 2012 yang bertujuan membuka kanal-kanal investasi pariwisata. “Pariwisata merupakan industri yang layak untuk dikembangkan oleh swasta. Untuk itu, kita akan undang investor untuk berinvestasi di bidang pariwisata karena dari sisi potensi sebetulnya banyak,” ujar Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenparekraf Firmansyah Rahim.
Menurut Firmansyah, kemampuan pemerintah untuk berinvestasi masih rendah, hanya sekitar 20%.Sehingga,upaya pengembangan pariwisata memerlukan dukungan investasi swasta nasional maupun asing. Bersamaan itu, pemerintah akan menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan untuk menarik investasi dan merelaksasi berbagai ketentuan yang menghambat investasi. Ketua Umum Asosiasi Kawasan Pariwisata Indonesia (AKPI) Marudi Surachman mengungkapkan, salah satu penghambat dalam investasi pariwisata adalah terkait aspek legalitas dan kepastian hukum.
Menurut dia, investor selalu mempertanyakan persoalan legalitas seperti hak guna lahan dan proses sertifikasi di Indonesia yang menurut mereka tidak terlalu ideal dibanding negara lain. “Pariwisata itu bukan bisnis instan, butuh waktu dan perlu persyaratan,” jelasnya. Sementara, kendala klasik seperti infrastruktur,menurut Marudi, tidak begitu menjadi masalah.Pasalnya, kebutuhan infrastruktur untuk kawasan wisata tidak mesti seragam,tergantung karakter masing-masing.
Dia mencontohkan kawasan wisata berbasis lingkungan di Raja Ampat,Papua, yang tidak membutuhkan infrastruktur khusus seperti jalan tol. “Yang penting ada sarana yang cukup baik untuk mendukung kegiatan pariwisata. Misalnya, ketersediaan transportasi yang memperhatikan aspek kenyamanan dan keselamatan wisatawan,”ujarnya
Posting Komentar
Pembaca dapat mengirimkan komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar bukan merupakan pandangan, pendapat ataupun kebijakan kami dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.
Pembaca dapat melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Kami akan menimbang setiap laporan yang masuk dan dapat memutuskan untuk tetap menayangkan atau menghapus komentar tersebut.